Tuesday, November 29, 2016

Humanistik



MAKALAH KULIAH THARIQATU AT-TADRIS
HUMANISTIK


Dosen Pengampu : Ust Rojil Fadhilah







Disusun Oleh:
NURIANA IRFAN (20140820013)
AQIDAH ALAN N (201408200)
ADNAN SHOFA A.M (201408200)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKRTA
2015





Kata Pengantar


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pendekatan Humanistik ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
            Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pendekatan humanistik yang dapat kita gunakan dalam pengajaran. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah selanjutnya yang hendak kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
            Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


Yogyakarta, 16 Oktober 2015 


Penyusun     

   




Daftar Isi


Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
B.   Rumusan Masalah
C.   Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
A.   Pengertian
B.   Sejarah Humanistik
C.   Tokoh-tokoh dan Teori Humanistik
D.   Aplikasi Teori Humanistik
E.   Implikasi Teori Belajar Humanistik
F.    Kelebihan dan Kekurangan
Daftar Pustaka



A.       Latar Belakang
Belajar bukan hanya sekedar kegiatan menghafal dan memahami. Melainkan merupakan kegiatan mental yang ditandai dengan adanya perubahan dari segi pengetahuannya, tingkah lakunya, kemampuannya, keterampilannya, dan lain-lain.
Di dalam pembelajaran ada beberapa teori yang dapat mendukung. Salah satunya adalah teori humanistik yang akan dibahas pada makalah kali ini. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.

B.        Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian teori humanistik?
2.        Siapa saja tokoh teori humanistik?
3.        Bagaimana aplikasi teori humanistik terhadap pembelajaran siswa?
4.        Apa saja kekurangan dan kelebihan dari teori humanistik?

C.       Tujuan
1.      Untuk mengengetahui pengertian dan tokoh tokoh penting dalam teori humanistik.
2.      Sebagai pengetahuan yang membantu siswa untuk mengaplikasikannya dalam pembelajaran.
3.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori humanistik.




Pendekatan humanistik sesuai dengan namanya, yaitu sebuah pendekatan yang memberikan perhatian kepada pembelajar sebagai manusia, tidak menganggapnya sebagai benda yang merekam seperangkat pengetahuan.[1]
Siswa atau peserta didik dipandang sebagai manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi. Manusia memiliki kemampuan membanngun dirinya sendiri untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi masnusia, para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan pengajerannya pada pembangunan positif ini.
Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan keapada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Teori humanisme ini sangat cocok diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator, karena keyakinan bahwa dalam diri setiap manusia terdapat kemampuan untuk melakukan hal-hal yang positif.
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga “ dalam aliran psikologi.        Psikoanalisis dianggap sebagai kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri.
Kekuatan psikologi yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa semua perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
Terdapat beberapa ahli psikologi yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan psikologi humanistik. Sumbangan Snyggs dan Combs (1949) dari kelompok fenomenologi yang mengkaji tentang persepsi. Dia percaya bahwa seseorang akan berperilaku sejalan dengan apa yang dipersepsinya. Menurutnya, bahwa realitas bukanlah sesuatu yang yang melekat dari kejadian itu sendiri, melainkan dari persepsinya terhadap suatu kejadian. Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik. Morris (1954) meyakini bahwa manusia dapat memikirkan tentang proses berfikirnya sendiri dan kemudian mempertanyakan dan mengoreksinya. Dia menyebutkan pula bahwa setiap manusia dapat memikirkan tentang perasaan-persaannya dan juga memiliki kesadaran akan dirinya. Dengan kesadaran dirinya, manusia dapat berusaha menjadi lebih baik. Carl Rogers berjasa besar dalam mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasian dalam pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada hubungan emosional antara guru dengan siswa
Berkenaan dengan epistemiloginya, teori-teori humanistik dikembangkan lebih berdasarkan pada metode penelitian kualitatif yang menitik-beratkan pada pengalaman hidup manusia secara nyata (Aanstoos, Serlin & Greening, 2000). Kalangan humanistik beranggapan bahwa usaha mengkaji tentang mental dan perilaku manusia secara ilmiah melalui metode kuantitatif sebagai sesuatu yang salah kaprah. Tentunya hal ini merupakan kritikan terhadap kalangan kognitivisme yang mengaplikasikan metode ilmiah pendekatan kuantitatif dalam usaha mempelajari tentang psikologi.
Sebaliknya, psikologi humanistik pun mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak mungkin dapat memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga dianggap bukan sebagai suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers, 1999).
Hasil pemikiran dari psikologi humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau pemberian bantuan kepada klien.
Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik ini.

1.    Arthur Combs
Menurut Combs untuk memahami tingkah laku seseorang kita harus memahami dari sudut pandang orang tersebut.
Seorang anak tidak bisa dalam suatu pelajaran tertentu bukan berarti dia bodoh. Tetapi mereka terpaksa dan tidak memiliki alasan penting yang membuat mereka harus mempelajarinya. Guru tidak dapat memaksakan materi yang tidak disukai oleh mereka.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting adalah bagaimana caranya mebawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran itu; bagaimana siswa itu menghubungkan materi pelajaran itu dengan kehidupannya.(Principle of Intruction Design oleh Robert M. Gayne dan Leslie J. Briggs, halaman 212)[2]

2.    Abraham H. Maslow
Maslow menyebut teorinya sebagai Hierarki Kebutuhan. Kebutuhan ini memiliki  tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terrpenuhi, seseorang akan melanjutkakn ke tingkat selanjutnya. Ia mengatakan jika perhatian dan motivasi belum terpenuhi, maka tidak mungkin berkembang jika kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.
Tingkat kebutuhan manusia menurut Maslow:
a)    Kebutuhan Fisiologis: rasa lapar, haus, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.
b)    Kebutuhan Rasa Aman: keselamatan dan perlindungan fisik dan emosional.
c)    Kebutuhan Sosial: persahabatan, kasih sayang, dan lain-lain.
d)   Kebutuhan Penghargaan: harga diri, status, dan lain-lain.
e)    Kebutuhan Aktualisasi Diri: menjadi apa saja sesuai kemampuannya.

3.    Carl Rogers
Carl Ransom Rogers (1902-1987) lahir di Oak Park, Illionis pada tanggal 8 Januari 1902. Ia pernah belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun, ia masuk ke Unio Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil.
Tahun 1927,Rogers bekerja di Institute for Child Guidance dan menggunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia tidak menyetujui teori Freud. Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, ia menjadi profesor psikologi di Universitas Negri Ohio.
Rogers membag ciri belajar menjadi dua tipe, yaitu:
1.    Kognitif
2.    Experimental
Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan kecenderungan  aktualisasi. kecenderungan formatif memandang segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil. Kecenderungan aktualisasi ialah kecenderungan makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya dan setiap individu mempunyai kekuatan kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Dalam bukunya freedom to learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanisik yang penting, diantaranya:
1.      Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami.
2.      Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri.
3.      Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinnya sendiri, dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu seakin kecil.
5.      Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6.      Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7.      Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.
8.      Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9.      Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah dicapai apabila terutama siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang lain merupakan cara kedua yang penting.
10.  Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.[3]

1)      Open Education atau Pendidikan Terbuka
Pendidikan terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Guru hanya sebagai pembimbing. Ciri utamanya adalah lingkungan kelas yang berbeda dengan kelas tradisional, karena siswa bekerja secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil.

2)      Cooperative Learning atau Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi murid. Belajar kooperatif memiliki tiga karateristik:
a.       Murid bekerja dalam kelompok-kelompok kecil (4-6 anggota), dan ini digunakan selama beberapa minggu.
b.      Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik dan melakukannya secara berkelompok.
c.       Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
Adapun teknik-teknik dalam belajar kooperatif ini ada 4, yakni:
a.      Team-games-Tournamen
b.      Student Teams-Achievement Divisions
c.       Jigsaw
d.      Group Investigation

3)      Independent Learning atau Pembelajaran Mandiri
Pembelajaran mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut murid untuk menjadi subjek yang harus merancang, mengatur, dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada subjek maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar, mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang harus mempelajari, metode dan sumber apa saja yang akan digunakan, dan bagaimana cara mengukur keberhasilan upaya belajar yang telah dilaksanakan.
Proses ini cocok untuk pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, karena menuntut kemandirian yang tinggi. Di sini pendidik menjadi fasilitator proses belajar, bukan penentu proses belajar. Tetapi, pendidik harus siap menjadi tempat bertanya bahkan diharapkan pendidik benar-benar ahli di bidang yang dipelajari peserta didik.

4)      Student Centered Learning atau Belajar yang Terpusat pada Siswa
Student Centered Learning atau SCL merupakan strategi pembelajaran yang menempatkan peserta didik secara aktif dan mandiri, serta bertanggung jawab atas pembelajaran yang dilakukan. Peserta diharapkan mampu mengembangkan keterampilan berpikir secara kritis, mampu memilih gaya belajar yang efektif  dan diharapkan menjadi life-long learner dan memiliki jiwa enterpreneur. Model ini banyak diterapkan di perguruan tinggi seperti model sebelumnya.
Metode-metode SCL diantaranya:
a.       Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)
b.      Collaborative Learning (Pembelajaran Kolaboratif)
c.       Competitive Learning (Pembelajaran Kompetitif)
d.      Case Based Learning (Pembelajaran Berdasar Kasus)
Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1.  Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.  Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.  Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.  Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.[4] 
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1.   Merespon perasaan peserta didik
2.   Menggunakan ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.   Berdialog dan berdiskusi dengan peserta didik
4.   Menghargai peserta didik
5.   Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari peserta didik)
7.  Tersenyum pada peserta didik.[5] 
Guru-guru cenderung berpendapat bahwa pendidikan adalah pewaris kebudayaan, pertanggungan jawaban sosial dan bahan pembelajaran yang khusus, mereka percaya bahwa masalah ini tidak dapat di serahkan begitu saja kepada peserta didik.

Kelebihan
Tumbuhnya kreatifitas peserta didik
Dengan belajar aktif dan mengenali diri maka kreatifitas ang sesuai dengan karakternya akan muncul dengan sendirinya. Dengan begitu akan muncul keragaman karya. Jika berlanjut kepada nilai jual misalnya maka itu juga akan menambah pemasukan atau paling tidak ada perasaan senang karena karyanya dihargai.
Semakin canggihnya teknologi maka akan semakin maju perkembangan belajarnya
Canggihnya teknologi ternyata mampu membangun motivasi dalam diri peserta didik untuk belajar. Hal inilah yang membuat pikirannya terasah untuk menemukan pengetahuan baru.
Tugas guru berkurang
Dengan peserta didik yang melibatkan dirinya dalam proses belajar itu juga akan mengurangi tugas guru karena guru hanylah failisator peserta didik. Guru tidak lagi memberikan ‘ceramah’ yang panjang, cukup dengan memberikan pengarahan-pengarahan.
Mendekatkan satu dengan yang lainnya
Bimbingan guru kepada peserta didik akan mempererat hubungan antar keduanya. Seringnya berkomunikasi akan menciptakan suasana yang nyaman karena peserta didik tidak merasa takut atau tertekan. Begitupun antar peserta didik. Berdiskusi atau belajar kelompok akan membuat persahabatan semakin erat, memahami satu sama lain, menghargai perbedaan dan menumbuhkan rasa tolong menolong.
Kekurangan
Pemahaman yang kurang jelas dapat menghambat pembelajaran
Guru biasanya tidak memberikan informasi yang lengkap sehingga peserta didik yang kurang referensi akan kesulitan untuk belajar.
Kebebasan yang diberikan akan cenderung disalahgunakan
Misal saja guru menugaskan peserta didik untuk berdiskusi sesuai kelompok, pasti ada beberapa peserta didik yang mengandalkan teman atau tidak mau bekerja sama.
Pemusatan pikiran akan berkurang
Dalam hal ini guru tidak sepenuhnya mengawasi karena system belajar yang seperti ini adalah siswa yang berperan aktif menggali potensi, sehingga peserta didik akan memanfaatkan keadaan yang ada. Misal dalam mencari referensi menggunakan internet peserta didik malah bermain game atau mengaktifkan akun sosial media. Secara otomatis pemusatan pikiran dalam belajar akan terganggu.
Kecurangan-kecurangan yang semakin menjadi tradisi
Dalam pembuatan tugas peserta didik yang malas akan berinisiatif mengcopy pekerjaan temannya. Ini akan mengurangi kepercayaan guru maupun temannya.
Membutuhkan banyak waktu

Dakir. (1993). Dasar-dasar Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mustofa, B., & Hamid, M. A. (2012). Metode & Strategi Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: UIN-Maliki PRESS.
Soemanto, W. (2012). Psikologi Pendidikan Landasan kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sukmadinata, N. S. (2007). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
https://nindihong.wordpress.com/2013/12/22/psikologi-perspektif-humanistik/










[1] Bisri Mustofa dan Muhammad Abdul Hamid, Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab, UIN Maliki Press, Malang, 2012, hlm 11.
[2] Drs. M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2012, hlm. 45.
[3] Drs. Wasty Soemanto, M.Pd., Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, PT Rineka Cipta, Jakarta,  2012, hlm. 139-140.
[4] Dakir, Dasar-dasar Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1993, hal. 65.
[5] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, hal. 152.

No comments:

Post a Comment

Manis atau Pahit?

Mendengar kalimat yang sama terus menerus menyebalkan bukan?  Atau nasihat yang lebih terdengar seperti kritik tajam untuk diri ini, terasa ...