Wednesday, January 11, 2017

Critical Eleven




Judul: Critical Eleven
Penulis: Ika Natassa
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Diterbitkan: 2015
Tebal: 344 Halaman





Sinopsis
Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat – tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing – karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It’s when the aircraft is most vulnerable to any danger.
In a way, it’s kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karenaa saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah – delapan menit ketika senyum, tindak tunduk, dan ekspresi orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.
Ale dan Anya pertama kali bertemu  dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah Ale yakin dia menginginkan Anya.
Kini, lima tahun setelah perkenalan, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.
Diceritakan bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita jatuh cinta atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya.

Resensi
Novel ini adalah novel pertama dari Ika Natassa yang saya baca. Mungkin kebanyakan orang penasaran dengan novel ini setelah membaca Autumn Once More. Tapi saya tidak (kembali ke kalimat pertama). Meskipun tidak ada informasi sebelumnya terkait novel ini di benak saya, saya cukup tertarik untuk membelinya. Menurut pendapat saya saat itu, sepertinya cerita yang akan disuguhkan akan berbeda dengan novel-novel lainnya. Dan yang saya suka dari buku ini setelah membelinya adalah pembatas bukunya.

Critical Eleven bercerita tentang Aldebaran Risjad atau yang akrab dipanggil Ale dan Tanya Laetitia Baskoro yang akrab dipanggil Anya. Mereka bertemu secara tidak sengaja pada penerbangan yang sama. Dan cerita berawal ketika Anya tidak sengaja tidur bersandar pada bahu Ale selama 3 jam. Singkat cerita mereka memutuskan untuk menikah.dan konflik pun mulai menghampiri.

Meskipun diceritakan cukup singkat tentang pertemuan mereka hingga akhirnya menikah, tapi kita tetap bisa menikmati kisah romantis mereka setelah pertemuan pertama itu. Karena laurnya maju mundur. Alurnya maju mundur tapi nggak bikin bingung kok.

Dalam novel ini jangan terlalu berharap banyak nuansa romance yang terjadi dan menyebabkan kita senyum-senyum sendiri. Karena pada akhirnya kita dibuat nyesek oleh Ika Natassa. Kita disuguhkan konflik-konflik yang berat namun dengan bahasa yang ringan.

Novel ini menggunakan dua sudut pandang dengan POV (Point of View) yang membuat para pembaca dapat merasakan dan memahami dua tokoh utama. Awal cerita memang terasa biasa saja, namun semakin ke belakang novel ini mampu menyajikan konflik-konflik yang membuat kita akan terus membaca karena penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Ika Natassa menyuguhkan beberapa kalimat dengan menggunakan bahasa Inggris. Untuk saya pribadi ini dapat melatih saya dalam berbahasa Inggris.

Dalam novel ini ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil, diantaranya:
1.    Jagalah ucapan kita. Karena lidah bisa menjadi lebih tajam dari pedang. Dan terkadang apa yang kita sampaikan diterima dengan makna berbeda dengan pendengar.
2.    Mendapat ujian bukan berarti Tuhan tidak sayang dengan kita, tapi Tuhan ingin menaikkan derrajat kita menjadi manusia yang lebih baik. Meninggalnya buah hati bukan berarti kita gagal menjadi orang tua. Itu hanya anak tangga yang harus kita lewati dengan tegar agar Tuhan  percaya bahwa kita mampu menjadi orang tua yang baik.
3.    Komunikasi merupakan hal yang penting.

Fyi, novel ini akan difilmkan. Harapannya sih cerita yang disuguhkan di film nggak jauh beda dengan yang di novel. Karena banyak film yang diangkat dari novel cukup jauh dari harapan dan cukup melenceng dari novelnya. Mungkin karena memang imajinasi kita cukup luas yaaa, jadi nggak bisa di terapkan di film.  Tapi, harapannya semoga tidak mengecewakan dan pemeran dalam film memag benar-benar dapat membawakan karakter dengan cukup baik. Amat sangat baik kalau bisa.

Beberapa adegan di novel sepertinya cukup dewasa dan masih awam untuk ditayangkan pada khalayak. Harapannya bisa diminimalisir atau dimanipulasi agar tetap layak tonton. Karena mengingat peminat film di Indonesia cukup banyak dan dari jenjang umur yang berbeda-beda.

Bayangan saya film dari novel ini akan seru jika dilihat dari cerita yang disuguhkan dalam novel.


No comments:

Post a Comment

Manis atau Pahit?

Mendengar kalimat yang sama terus menerus menyebalkan bukan?  Atau nasihat yang lebih terdengar seperti kritik tajam untuk diri ini, terasa ...